Welcome!

Welcome to my blog. Feel free to read posts in this blog. Critics and Suggestions are useful for me. Thank you :)

Rabu, 21 Februari 2018

Ternodai Kembali

 Hai.

Itu adalah kata pertama saya buat sahabat pena saya yang telah bersedia saya corat-coret dari jaman saya SMP, hingga hampir 2 tahun saya tidak berkunjung ke beranda tempat kamu bernaung. Lama tak jumpa, kanca lawas :)

Kegiatan kuliah diploma yang seperti jam pekerja (karena kampus yang memang mengondisikan mahasiswanya untuk siap bekerja, kuliah jam 7 pagi hingga 3 sore, atau 2 siang hingga 10 malam), tugas akhir, skripsi, dan akhirnya lulus dari kampus tersebut. Iya, sama-sama.

Waktu-waktu tersebut memang sangat menyita, bahkan mengurangi jam luang hingga berimbas tidak mengurusmu. Maafkan aku, sobat, tetapi ini demi masa depanku, pengurusmu yang selalu menceritakan lika-liku hidupku yang aneh, memang harus ada yang dikorbankan, salah satunya seperti kamu, teman dunia maya, yang tidak membalas jika aku mencurahkan isi pikiranku, karena memang hanya pelampiasan semata, tak berbalas, tetapi setiap dilihat, selalu menghibur, karena kejadian-kejadian yang kutulis di masa lampau, dibaca kembali, lalu teringat akan kebodohan masa lalu.

Setidaknya sekarang sudah lebih lengang, dan mungkin akan ada waktu untuk mencoretimu kembali seperti saat jahiliyah lagi. Maaf telah meninggalkanmu sementara. Tetapi aku tidak janji untuk bercerita kepadamu setiap hari, atau setiap minggu, malah setiap bulan. Hidupku tidak sepenuhnya di dunia maya, dan aku memang berjalan di kehidupan riil. Memang aku dan kau, berbeda dunia. Tetapi hanya kau, yang pasrah dan rela mau dimaki, dinodai, ditoreh, dan diberikan, dengan tulisan-tulisan tentang pikiran anehku.

Sekali lagi, hai.

...

Tadi itu ceritanya prolog buat postingan ini. Jujur, gue males menggunakan bahasa resmi dan bersajak, seolah-olah kayak sastrawan banget. Gue bikin pembukaan gitu doang udah nyita waktu 28 menit buat mikirin diksi dan pemilihan tata kalimat biar agak mengharukan dan menyentuh hati, lagipula blog ini isinya juga gak penting-penting banget. Gue berasa jerih payah prolog gue gak ada gunanya....

Inti prolognya adalah : HAI GUYS, GUE UDAH ADA IDE BUAT BIKIN POSTINGAN BLOG LAGI NICH.


Hehe.


Hampir 2 tahun otak gue tersita dengan kegiatan akhir gue di kampus, ditambah dengan menjadi mahasiswa transfer.

Iya, gue udah lulus dari Diploma 3 (D3) dan udah ada gelar A.Md (Ahli Madya). Singkatannya keren sih, gue tinggal nunggu gelar In.Tel sama N.V.Dia aja.

.... Gelar malah dibuat becandaan merek kartu grafis. Haduh.

Sekarang gue sedang melanjutkan ekstensi di Yogyakarta. Iya, ekstensi, jadi gue kuliah lagi kira-kira 2 tahun, agar bergelar Sarjana 1 (S1).

VFAQUIBTHORTQ (Very Frequently Asked Question Until I Bored to Hear or Read This Question : 
Kenapa lu gak langsung S1 aja di awal?
Pemikiran gue sih, sebagai anak Teknik Mesin, gue perlu tau tentang praktek dari pembuatan industri, tidak hanya teori aja. Kalau hanya tau teori, misal gue punya bengkel manufaktur, lalu ada karyawan yang ngakalin gue biar dapet untung (misal, proses pembuatan benda dengan cara yang lebih lama sehingga menuntut upah lebih banyak). Nah, dari situ gue setidaknya gak gampang ditipu.

Lalu soal gaji, gelar sangat diperhatikan dalam pemberian upah minimum. Faktanya sih, gaji awal S1 lebih tinggi daripada D3, walaupun secara praktek anak dari kalangan D3 lebih berkemampuan tinggi daripada S1. Sedangkan gue (nantinya) jika bekerja, memiliki gaji awal yang agak lumayan, ditambah dengan kemampuan praktek yang lumayan juga. Harusnya diperhitungkan sih bonusnya buat gue, hehe.

Memang sih membuang waktu lebih lama (tambah 2 tahun). Tapi, seperti prolog yang tadi gue buat, memang ada yang harus dikorbankan, demi masa depan. Gue lebih memilih kuliah lagi 2 tahun, tetapi gaji awal lebih tinggi, daripada gue langsung bekerja, dan menunggu gaji gue naik dalam kurun waktu mungkin lebih dari 2 tahun.

Lagipula, masih ada yang mau membayar gue untuk berkuliah lagi. Jadi, ya, why not?

Itu jawaban utamanya. Kalau jawaban sampingannya, gue emang lagi pengen menjalani masa-masa remaja gue dengan bermain dan mencari banyak teman. Lagian di kampus lama gue, kelas gue gak ada ceweknya. Setelah gue menjalani ekstensi, akhirnya mata gue diremajakan kembali melihat mahasiswi fakultas lain. Sebagai mahasiswa yang 3 tahun berkutat dengan pergaulan akademik dengan jenis kelamin pria seluruhnya, gue merasa bersyukur.


Gue lulus dari D3 sejak bulan September lalu, dan gue mulai berkuliah S1 dari bulan Agustus. Untungnya gue sudah menyelesaikan tugas akhir gue dari akhir bulan Juli, sehingga gue bisa kuliah di dua kampus sekaligus walaupun dalam waktu 1 bulan. Capek sih gue bolak balik Solo - Jogja yang jaraknya lebih dari 60km, tapi ya nekat aja, yang penting niat.

Satu semester udah gue tempuh di kampus ekstensi gue yang sekarang. Memang perbedaannya jauh sangat.

Saat gue di kampus sebelumnya, jadwal kuliah sangat padat seperti orang bekerja, belum lagi mengganti kerusakan alat dengan jam lembur (kuliah tambahan). Tapi dari situ memang dilatih mental untuk kuat.

Di kampus gue yang sekarang, bahkan di semester satu gue satu hari kuliah hanya 2 jam, lalu pulang. Gue juga sempat bolos demi mengikuti event Jepang di Jakarta. Tenang, bukan JKT48 kok. Gue gak wota. Kalem. Terakhir gue theater aja pas Stella graduate.


Dari situ, gue belajar, ternyata hidup dengan tingkatan Diploma lebih berat daripada Sarjana, tetapi gajinya lebih berat Sarjana daripada Diploma, walaupun tanggung jawabnya memang lebih besar Sarjana daripada Diploma.

Mahasiswa Sarjana memang belajar banyak teori, tetapi kurang di praktek. Jadinya pada saat presentasi, anak Sarjana dengan mudah membeberkan bukti-bukti penelitian dengan berbagai macam teori dan hitung-hitungan, serta penggambaran presentasi yang lebih rumit sehingga lebih menarik dan lebih terpercaya hasilnya, dibandingkan dengan Mahasiswa Diploma yang terbiasa dengan cara trial and error, alias coba dulu, baru tau salahnya, karena memang hasil hitungan kemungkinan berbeda dengan hasil praktek. Tetapi dengan hitungan, kita bisa memprediksi terlebih dahulu untuk melakukan sesuatu, sehingga tidak mengeluarkan biaya banyak untuk percobaan yang tidak pasti.

Tetapi, kalau hanya belajar "Sastra Teknik" saja, dan saat bekerja tidak tau cara mengakali mesin yang rusak, dan tiba-tiba ada anak buah yang lebih pintar dalam hal mengakali, dan meminta spare part dengan harga yang cukup tinggi, bukannya malah merugi?

Nah, disinilah Double Degree berperan.

Kasarannya sih, nanti presentasinya bisa menarik karena perhitungannya yang agak pasti, tetapi di lapangan bisa kerja juga. Boleh lah demi masa depan yang lebih cerah.


Sekian noda yang gue toreh kembali disini. Mungkin gue akan ada waktu untuk menodai teman maya gue yang tidak berbalas ini. Yak, hai lagi:)


Salam Noda.

@leonardixb